web 2.0

Wednesday, March 17, 2010

makalah kutu lak

A. Apa kutu lak dan jenis tumbuhan inangnya
Kutu lak tidak dapat hidup pada manusia atau hewan tetapi hidup menumpang pada tanaman inangnya. Namun tidak semua tanaman dia senangi. Kutu ini hanya setia pada kekasihya yang hanya satu-satunya pohon yang paling cocok dijadikan tempat hidupnya. Tanaman itu ada disekitar kita, namun sudah mulai langkah. Tanaman itu kita kenal dengan nama ”Kesambi” dengan nama latin (Schleichera oleosa, Merr), termasuk salah satu tumbuhan hutan yang beradopsi lokal, bermanfaat serbaguna (multi purpose) dan bernilai ekonomis dan sangat potensial.
Kesambi dengan nama latin Schlechera Oleosa Merr, termasuk keluarga tanaman Sapindaceae. Kesambi tergolong pohon yang tingginya dapat mencapai 15 hingga 40 m dengan diameter batang antara 60-175 cm. Di Indonesia ditemukan 2 (dua) jenis kesambi, yaitu kesambi kerikil dan kesambi kebo/kerbau. Ciri khas perbedaannya terletak pada daun dan kulit batang. Jenis kerikil mempunyai daun yang lebih kecil dan memanjang. Bentuk percabangan liar, dan kulitnya tipis dibandingkan dengan jenis kebo. Sedangkan kesambi jenis kerbau memiliki daun yang melebar pada ujungnya dan kulit kayu yang lebih tebal. Bentuk percabangan teratur dan tegak lurus ke atas. Tumbuhan ini tersebar di seluruh Asia Tenggara dan di Indonesia dapat ditemukan pada ketinggian nol s.d. 1200 m dari permukaan laut. Salah satu indikator pertumbuhan kesambi adalah jati. Pada wilayah yang ditumbuhi jati secara liar biasanya diikuti pula pertumbuhan kesambi. Artinya dimana ada jati yang tumbuh liar biasanya tanaman kesambi juga dapat tumbuh baik. Kayu kesambi mempunyai struktur padat, rapat, kusut sangat keras dan lebih berat dari kayu besi. Karena itu apabila dapat mencapai umur yang lebih matang, kayunya berubah warna dari warna merah muda menjadi warna kelabu dan tidak berurat. Oleh karena itu dahulu lebih banyak digunakan sebagai bahan pembuatan jangkar untuk perahu kecil. Namun demikian salah satu kelamahan dari kayu kesambi adalah tergolong kurang awet , tetapi sangat unggul sebagai kayu bakar dan pembuatan arang. Arang dari kayu kesambi sangat cocok untuk pembakaran dan bahkan lebih baik dari pada arang kayu jati dan kayu asam. Oleh karena itu, penanaman kesambi untuk produksi kayu bakar perlu dikembangkan terutama pada daerah pengembangan industri pembakaran dan wilayah yang sulit bahan bakar untuk rumah tangga. Kulit kayu kesambi dapat digunakan sebagai penyamak kulit. Menurut hasil penelitian, dalam analisis kimia kulit kesambi ditemukan 6,1-14,3 % zat penyamak.
B. Apa yang dihasilkan
Dalam kehidupan sehari-sehari, banyak jenis serangga berguna yang belum dimanfaatkan secara optimal bagi kalangan masyarakat, pada umumnya masyarakat yang hidup didalam kawasan hutan maupun diluar kawasan hutan. Mereka beranggapan bahwa bahwa hanya sedikit serangga yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi, pada hal kalau kita mempelajari seluk beluk serangga itu sendiri maka kita bisa mengetahui kegunaan dan fungsi dari serangga itu sendiri. Seperti kutu Lak adalah suatu serangga yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi jika kita bisa mengolahnya dengan baik dan optimal.
Jikan kita dapat budidaya serangga ini yang baik guna untuk memperoleh hasil yang optimal maka dapat memberi keuntungan bagi kita. salah satu jenis produk yang dihasilkan dalam budidaya Kutu Lak adalah bahan baku/bahan pembantu industri pembuatan politur kayu, isolasi, alat-alat listrik, piringan hitam, tinta cetak, ampelas dan semir sepatu dan masih banyak yang lain. Jika kita bisa budidayakan dengan baik, jenis serangga ini dapat memberi kontribusi yang berarti untuk kehidupan kita semua, namun khususnya dinegara kita masih banyak serangga yang belum dimanfaatkan secara baik oleh kalangan masyarakat seperti jenis kutu Lak.
C. Bagaimana cara budidayanya?
Dalam garis besarnya teknik kultur kutu Lak dapat dibedakan 6(enam) tingkat pekerjaan :
1. Persiapan tularan,yaitu mempersiapkan tanaman yang memenuhi syarat-syarat hidup kutu Lak, berupa areal tanaman yang mempunyai umur ranting yang muda. Areal dibersihkan tumbuhan bawanhya dan ranting-ranting pohon yang kecil-kecil dan mati dipotong.
2. Penularan bibit Lak, yang mengikatkan bibit Lak keranting pohon inang yang sudah disiapkan. Dalam kegiatan ini perlu ditaksir ketepatan jumlah bibit yang diperlukan setiap pohon. Pemberian bibit yang terlalu banyak akan menghasilkan Lak kecil-kecil dan tipis, sebaliknya bila kurang seluruhnya ranting dapat menghasilkan Lak, berarti pohon inangnya mubazir.
3. Pemeliharaan tularan, yaitu memilihara tularan dari gangguan hama dan penyakit dengan jalan pengasapan dan babat tumbuh.
4. Pungutan bekas bibit, yaitu memungut kembali bibit yang telah dikosongkan kutunya untuk dikrim ke pabrik. Berat Lak yang kita peroleh akan susut sebanyak 60% dari jumlah bibit saat ditularkan. Ini disebabkan disamping sudah kosong ditinggalkan larva kutu Lak, juga sudah agak mengering.
5. Pemanenan, yaitu memotong Lak yang sudah tua dengan cara memangkas cabang-cabang tanaman inang. Dalam hal ini Lak cabang, kita potong-potong sepanjang 20 cm.
6. Seleksi yaitu memilih hasil panenen untuk dikualifikasikan menjadi kualitas bibit yang baik. Yang dapat dijadikan bibit dimasukan kedalam kantong kain dan kroso (keranjang kecil daei bambu) untuk dikirim kembali kehutan, ditularkan pada areal yang sudah disiapkan.
• Faktor-faktor yang mempengaruhi kultur Lak :
1. Untuk kehidupan kutu Lak memrlukan suhu yan cukup tinggi, dalam suhu dibawah 22C pertumbuhan lambat, bahkan suhu dibawah 17C telur yang dihasilakan tidak bisa menetes.
2. Cahaya matahari penuh, tularan yang kurang mendapat sinar matahari banyak diserang parasit sehingga menghasilkan Lak yang kualitas rendah.
3. Angina. Didaerah yang kurang mendapat angin “embun madu” yang dikeluarkan kutu lak tidak dapat jatuh ketanah. Embun madu beserta debu dapat menggumpal menutup lubang pernapasan kutu Lak.
4. Hujan. Hujan dapat mengakibatkan larva yang keluar dari sel induknya terbawa oleh air hujan. Hujan yang terus menerus dapat mematikan larva yang baru menetes. Didaerah yang curah hujannya tinggi, kerak Lak banyak ditumbuhi jamur yang dapat menutupi lubang pernapasan.
• Faktor Hayati
Faktor ini juga disebut faktor hama dan penyakit, yang merupakan musuh utama kutu lak. Tidak jarang faktor ini menjadi gagalnya kultur kutu Lak. Untuk mengatasinya dengan cara masukkan bibit lak kedalam kantong kain sebelum ditularkan. Dengan demikian serat tekur menetes menjadi larva, kutu Lak dapat keluar, sedangkan hama penyakitnya tertinggal dalam kanotng kain dan mati.
 Peningkatan Produksi dan kualitas
1. Blok-blok tularan
Dalam usaha menstabilkan Produk Lak cabang setiap tahunnya tiap RPH, dibagi disesuaikan dengan musim, topografi dan kemiringan lahan (intensitas penerimaan sinar matahari). Dengan demikian tiap blok, tiap saat mempunyai kondisi yang cocok dengna kehidupan kutu Lak.
Tiap blok tularan ditetapkan satu semester (emam bulan) sehingga tiap tahun masing-masing RPH hanya menulari dua blok saja. Dengan pembagian blok ini ternyata di bidang perencanaan produksi sangat menguntungkan karena prasarana dan lain-lain lebih mudah dihitung.
2. Sistem “tularan pas”
Dahulu saat ditetapkan sistem tularan pindahan, kualitas tularan sangat jelek dan sukar dikendalikan. Para pekerja menularkan bibit tidak mendasarkan kemampuan pohon penampung bibit, sehingga penularan bibit sebanyak-banyaknya supaya pendapatan tinggi. Akibatnya kualitas tularan sangat jelek, Laknya tipis-tipis, bahkan tak jarang tularan pada musim kemarau mati berikut tanaman inangnya. Penyimpanan Lak Cabang
Pada saat produksi Lak cabang jumlahnya sedikit dan selalu habis diproses, pemasaran laris, tidak ada masalah. Namun akhir-akhir ini dengan banyaknya produksi Lak cabang, ditambah lesunya pemasaran timbul masalah yang harus segera dipecahkan. Bila Lak cabang diproses menjadi Lak butiran (sedlak) ternyata hasilnya tidak segera laku sehingga harus mengeluarkan ekstra tenaga untuk perawatan. Tampa perawatan yang baik, kualitas akan turun, warna menjadi hitam bahkan dapat menggumpalkan.



Daftar pustaka
Adjidarma, 1990. Pengusahaan Lak Perhutani di Banyukert. Majalah Duta Rimba, XVI (125-126). Perum Perhutani. Jakarta.
Radijanto, S.S., Model untuk Penaksiran Lak pada tanaman Inang Schleichera eleosa Merr. Majalah Duta Rimba, V (31). Perum perhutani. Jakarta.
Setyodarmodjo, S., 1983. Perusahaan Lak dan Pengembangannya. Majalah Duta Rimba, IX (67-68). Perum Perhutani. Jakarta.
Wiyono, B.,1999. Beberapa catatan budidaya dan pengelolaan Lak. Info Hasil Hutan.
http://www.forest-reserch.co.cc/2009/07/tugas_13.html/15/10/2009

0 comments:

Post a Comment

Pages

About this blog

Followers

Adsense Banner

Iklan

Jejak Kaki

Free Shoutbox by ShoutCamp